Wednesday 7 April 2010

GERAKAN SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PERUBAHAN SOSIAL


Oleh: Sindu Dwi Hartanto

Perubahan Sosial

Terminologi perubahan sosial merupakan kajian yang menarik untuk  mendapatkan perhatian semua pihak karena hampir semua proses-proses sosial, ekonomi, politik, dan invasi pemikiran dan teknologi memberikan pengaruh terhadap proses perubahan tersebut. Hal tersebut juga dibenarkan dalam pandangan ahli yang menggeluti kajian perubahan sosial secara teoritis. Seperti Wilbert Moore, secara teoritis mendefinisikan perubahan sosial dalam arti yang sangat luas bahwa perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur sosial, dan yang dimaksud
dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial.

Ada yang menarik bahwa perubahan sosial tidak dapat terjadi jika institusi dalam masyarakat tidak berubah. Artinya, perubahan-perubahan sosial dapat terjadi jika terjadi juga perubahan institusi atau kelembagaan dalam masyarakat. Seperti berubahnya kelembagaan perempuan dalam panen padi menggunakan ani-ani  berubah menjadi kelembagaan sistem tebasan yang sebagian besar dilakukan oleh laki-laki dan tidak lagi menggunakan ani-ani melainkan menggunakan sabit.

Perubahan kelembagaan lainnya adalah, munculnya kelembagan baru seperti kelembagaan pemuda, Karang Taruna, Kelembagaan perempuan: PKK, kader Posyandu, Arisan RT, kelembagaan keuangan: koperasi, bank harian, bank konvensional, dll. Munculnya kelembagaan baru yang menggantikan ataupun muncul sebagai usaha dari proses sosial, ekonomi, dan politik merupakan salah satu indikasi munculnya perubahan-perubahan yang ada di masyarakat. Namun, bagaimana perubahan tersebut terjadi menjadi tidak menarik jika perubahan-perubahan kelembagaan tersebut tidak berdampak pada perubahan struktur sosial, struktur kuasa yang berkeadilan di masyarakat.

Mekanisme Perubahan Sosial

Perubahan sosial yang diharapkan adalah memberikan pengaruh terhadap berubahnya struktur kuasa yang berdampak tidak adil menjadi struktur kuasa yang menghargai masyarakat kecil yang selalu mengalami ketidakadilan dan penindasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimana struktur kuasa menuju keadilan bagi kelompok-kelompok masyarakat marginal? Sebelum memberikan ulasan tersebut, sedikit akan dipaparkan tentang mekanisme perubahan sosial dari berbagai sudut pandang paradigmatik.

Pertama, paradigm materialistik memadang bahwa perubahan sosial terjadi melalui invasi teknologi. Teknologi memberikan pengaruh yang sangat luar biasa terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Seperti disebutkan di atas perubahan teknologi panen padi dari awalnya menggunakan ani-ani lalu menggunakan sabit, dapat merubah kelembagaan panen perempuan kelembagaan panen laki-laki. Perubahan ini secara tidak langsung memberikan dampak terhadap termarginalkannya perempuan dalam sistem pertanian. Ditemukannya alat transportasi mobil dan motor meningkatkan mobilitas penduduk dan migrasi luar daerah, sehingga pertukaran penduduk menjadi sangat dimungkinkan. Ditemukan telepon genggam yang membuat sistem komunikasi yang sangat mudah memutuskan jarak berinteraksi di antara anggota masyarakat yang sedang berjauhan.

Kedua, paradigm idealistic yang memandang bahwa perubahan sosial terjadi karena masuknya ide, ideology, atau nilai-nilai sebagai faktor utama  yang mempengaruhinya. Contoh yang sangat nyata untuk menjelaskan perubahan sosial secara ideologis adalah cara ideology keadamaan merintangi perubahan, seperti larangan untuk melalukan praktek-praktek klenik, bid’ah. Munculnya aliran-aliran baru dalam masyarakat yang memberikan dampak terhadap dinamika perubahan sosial. Karya besar Weber yang berjudul The Protestan etic of the spirit of capitalism merupakan semangat perubahan sosial berdasarkan basis ideology. Karyanya menunjukkan betapa ajaran-ajaran protestan melatar belakangi berkembangnya praktek-praktek kapitalisme.

Ketiga, paradigm interaksionis yang memandang bahwa perubahan sosial terjadi karena proses dialektika interaksi di antara anggota masyarakat, atau interaksi antar kebudahaan yang ada di antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Pada paradigm interaksionis mengakui bahwa konflik juga merupakan salah satu alternative penyebab perubahan sosial. Konflik dimaksudkan dalam beberapa katagori, yaitu konflik pemikiran dan teoritis, konflik kepentingan, konflik paradigm pembangunan yang dipilih pemerintah versus gerakan masyarakat sipil yang berparadigma kerakyatan.

Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Mekanisme perubahan sosial di atas sudah memberikan paparan jelas bagaimana perubahan sosial dapat terjadi. Namun, perubahan sosial diharapkan membutuhkan faktor pendorong yang kuat untuk dapat mempercepat proses perubahan yang dimaksud. Faktor pendorong yang dimaksud adalah variable pengaruh (independen variable) terhadap kekuatan-kekuatan yang berlatar belakang materialistic, idealistic, maupun interaksionistik. Faktor pendorong tersebut adalah inisiasi kelembagaan yang disebut sebagai gerakan sosial. Paradigm interaksionistik sangat kuat memberikan latar belakang pemikiran terhadap munculnya gerakan-gerakan sosial yang berperan untuk menguatkan proses perjuangan melakukan perubahan sosial.

Gerakan sosial diterjemahkan sebagai masyarakat yang bergerak untuk mencapai tujuan perubahan yang diinginkan. Dalam kajian teoritis Sztompka (1993), seorang sosiolog perubahan sosial menterjemahkan gerakan sosial dalam empat pengertian yang saling terkait yaitu: 1) gerakan sosial merupakan sekelompok orang yang bergerak bersama; 2) memiliki tujuan dari aksi bersama yaitu beberapa perubahan dalam masyarakat berdasarkan partisipasi untuk mencapainya; 3) kebersamaan difusi relative, dengan tingkat level yang rendah dari organisasi formal; 4) aksi-aksi yang dilakukan memiliki sebuah kesepahaman tinggi yang  relative spontan, tidak terlembaga, tidak terbentuk secara konvensional.

Gerakan sosial menurut Sztompka merupakan bagian yang tidak terpisahkan jika perubahan sosial diinginkan. Perubahan sosial memerlukan gerakan sosial yang mempunyai tujuan bersama yang ingin dicapai. Ada kondisi yang diharapkan setelah terjadi perubahan, dan ada kondisi yang tidak diharapkan yaitu kondisi sekarang yang ingin dirubah menjadi suatu kenyataan baru yang ideal.

Bentuk gerakan sosial dapat dimulai dari bentuk non-formal maupun formal. Bentuk-bentuk gerakan non-formal adalah gerakan massa yang tidak terlembaga dan memiliki organisasi yang dijalankan oleh aktor-aktor tertentu. Gerakan non-formal dapat dicontohkan seperti perkumpulan facebooker, perkumpulan pecinta burung, gerakan cap jempol darah, gerakan coin untuk Prita, dll. Walaupun gerakan yang dilakukan masih bersifat non-formal namun kesepahaman di antara anggota kelompok yang relative spontan sangat dipertimbangkan sebagai gerakan sosial. Anggota gerakan sosial melakukan tindakan dalam kacamata kepentingan yang diusung secara baik secara individual maupun secara berkelompok dalam suatu gerakan sosial yang dilakukannya. Baik individu atau kelompok tersebut mewakili kepentingan yang dapat dikatakan hampir sama dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan dari gerakan sosial yang dilakukan.

Bentuk gerakan formal dapat disebutkan sebagai gerakan yang secara organisasi dan kelembagaan terbentuk dan dijalankan oleh orang-orang tertentu yang terstruktur dengan jelas dan pasti. Bentuk gerakan formal seperti gerakan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja, gerakan Serikat Petani Pasundan, gerakan Gabungan Pengusaha Indonesia, dll. Gerakan sosial yang formal mempunyai tujuan dan aktor yang terorganisir dalam satu lingkaran kelembagaan pengurus aktif.

Bagaimana dengan  Forum Warga?
  

No comments:

Post a Comment