Monday 14 January 2008

IS CUBA COMMUNIST BY CIRCUMSTANCE?

Is Cuba Communist by Circumstance?
By Chris Stevenson

2-14-07, 9:17 am

Examining the Right's need to Demonize Castro.
Secretary of State Condoleezza Rice has been quietly pushing for Cuban reform. She chairs the Commission for Assistance to a Free Cuba (CAFC), in order to "explore ways the US can help hasten and ease a democratic transition in Cuba." Of course as it goes, she never asked Cuban President Fidel Castro his feelings on this "assistance." Back in '05 he called the CAFC "a group of s—t-eaters who don't

KEBANGKITAN AGRARIA MENUJU GERAKAN SIPIL

Kebangkitan Agraria Menuju Gerakan Sipil
Oleh: Sindu Dwi Hartanto

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah yang sangat luas dan potensi yang tidak kalah dengan benua lainnya di dunia. Pandangan negara kepulauan merupakan suatu paradigma kesatuan yang tidak lepas dari batasan dan rasa satu wilayah dan mengabaikan banyak perbedaan (sara) di dalamnya. Kekayaan yang bersumber dari

REFORMA AGRARIA DAN REPOSISI MILITER: Tragedi Desa Alas Tlogo-Jawa Timur

Reforma Agraria dan Reposisi Militer
Oleh: Widodo Dwi Putro
Tragedi yang terjadi di Desa Alas Tlogo, Pasuruan, akhir Mei lalu, mengingatkan falsafah masyarakat Jawa tentang tanah: sedumuk bathuk senyari bumi ditohi pati. Sejengkal tanah akan dibela sampai titik darah terakhir.
Bermula dari petani gurem

REFORMASI AGRARIA, JANJI YANG BELUM JUGA TERPENUHI

Oleh: JANNES EUDES WAWA
JARANG petani menggelar unjuk rasa melibatkan ribuan orang di tempat dan waktu yang sama. Kalaupun hal itu terjadi, berarti mereka tengah menghadapi masalah berat. Salah satunya adalah sengketa pertanahan yang sudah berkali-kali terkuak, tapi tak juga tertuntaskan

NASIB BURUH DAN REFORMA AGRARIA

Usep Setiawan
Nasib suram masih menyelimuti kaum buruh Indonesia. Aksi buruh di beberapa kota pada peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei lalu mengisyaratkan masih beratnya beban hidup dan abainya negara melindungi kaum buruh.
Pemenuhan atas tuntutan upah layak, pesangon, jaminan kesehatan, cuti hamil, kebebasan berserikat, tunjangan hari raya, dan

Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria

PETANI, KEMISKINAN, DAN REFORMA AGRARIA
Oleh: Khudori
Bulan Maret ini Badan Pusat Statistik melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional. Survei berkala ini akan memotret kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan akan menjawab posisi terakhir kemiskinan di Indonesia.

Reforma Agraria: Menggali Akar Guna Menemukan Konteks Baru

Judul: Reforma Agraria Perjalanan yang Belum Berakhir Pengarang: Gunawan Wiradi Penyunting: Noer Fauzi Pengantar: Prof Dr Ir Sajogyo Penerbit: Insist Press, KPA dan Pustaka Pelajar Edisi: September 2000 Tebal: (xvii + 247) halaman.

berikut isinya:

Reforma Agraria Jalan Paling Tepat Akhiri Konflik

Reforma Agraria Jalan Paling Tepat Akhiri Konflik
Oleh: Sidik Pramono

Tanah adalah hak milik sampai mati. Namun, kondisi pertanahan di Indonesia karut-marut, masalah bertambah dari waktu ke waktu. Rakyat kecil semakin kehilangan akses pada penguasaan tanah.

PROSES PERUBAHAN DALAM KONTEKS GLOBAL

PROSES-PROSES PERUBAHAN DALAM KONTEKS GLOBAL

Oleh: Sindu Dwi Hartanto

Relasi Negara dan Imperialisme Global

Munculnya relasi antar Negara di dunia tidak terlepas dari kebutuhan antar Negara untuk melakukan pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya. Relasi dibangun dalam kerangka yang sangat dinamis dari pertama munculnya bentuk-bentuk suatu wilayah pemukiman penduduk yang disebut Negara. Dalam hal ini, relasi tidak hanya diciptakan dalam bentuk kerjasama yang setara saling menguntungkan, namun pada awalnya adalah bangunan relasi diciptakan berdasarkan keuntungan dan kekuasaan untuk memperoleh sebanyak-banyaknya sumberdaya yang dibutuhkan di dalam negeri.

Ekspansi Negara-negara dunia pertama di Eropa menuju Negara Dunia Ketiga di Asia dan Afrika dipengaruhi oleh teknologi dan perlatan yang dimiliki Negara di Eropa untuk melakukan ekpsansi. Tujuan masing-masing negara untuk melakukan ekspansi dan penetrasi itu berbeda-beda. Namun, maksud ekonomi megang peranan penting seperti disebutkan di atas yang kaitannya dengan kebutuhan akan sumberdaya. Terutama sekali, terkait dengan proses revolusi industri di Inggris yang memunculkan teknologi-teknologi baru membutuhkan bahan mentah baru yang dalam jumlah besar.

Negara kolonial berlomba-lomba mencari wilayah koloni baru, mencari negara yang masih ’merdeka’ untuk dijadikan koloni dan selanjutnya dieksploitasi sumberdaya yang mereka miliki. Pada awalnya, negara-negara kolonial ini adalah negara yang sudah maju dan memiliki kekuatan yang luar biasa, namun dalam prosesnya mereka mengalami proses pelemahan. Dan proses sebaliknya dialami oleh negara koloni dengan kebangkitan nasional, sehingga muncullah perang besar dari gerakan-gerakan nasioanal yang semakin mendapatkan dorongan baru.

Berdasarkan relasi yang tidak seimbang tersebut, muncullah banyak ahli yang mulai mencoba melakukan analisa terhadap relasi yang terjadi antar negara. Seperti Aristoteles mencoba mempunyai cita-cita persamaan dalam relasi sosial antar negara. Muncul juga gagasan persamaan di depan hukum internasional. Namun, dalam konteks relasi Timur-Barat sudah ada gagasan ideal tetang persamaan relasi, orang senantiasan mengakui adanya perbedaan situasi yang formal dan nyata. Ini juga berlaku untuk pergaulan internasional. Sehingga, negara-negara berkembang masih harus melakukan usaha untuk mendorong diperhatikannya cita-cita tentang persamaan tersebut.

Dalam pandangan Schoorl melihat posisi kekuatan yang berbeda-beda itu dapat dijabarkan menjadi beberapa tipe pola relasi. Mengutip pendapatnya Jenkis, terdapat 4 model interaksi dan Schoorl menambahkan model yang ke 5. Tipe pola relasi tersebut adalah: 1) Sistem Feodal: yaitu pola interaksi antara negara yang kuat sekali adalah kuat. Interaksi antara negara kuat dan lembah lebih lemah dan lebih kecil lagi itneraksi antara negara-negara lemah; 2) Sistem Campuran: yaitu suatu sistem di mana tidak ada pola relasi yang dominan di antara negara-negara yang saling berhubungan; 3) Sistem Kelas: yaitu sistem interaksi terutama terjadi antara negara-negara dengan posisi kekuatan yagn sepadan, masing-masing interaksi tergantung kepada kesamaan posisi kekuatan; 4) Sistem Egaliter: yaitu interaksi tidak tergantung kepada kekuatan, kekuatan menjadi tidak relevan; 5) Sistem Plural: yaitu interaksi terutama terjadi antara negara-negara dengan persamaan dalaam hal agama, bahasa, ras, sejarah, letak geografis, ideologi dan atau sistem sosial. Persamaan posisi kekuatan tidak begitu penting untuk pola relasi.

Dalam konteks global relasi antar negara dapat dijelaskan dengan beberapa teori yaitu: teori stratifikasi sosial, teori pembentukan dan perjuangan kelas internasional, teori pusat yang maju dan periferi yang terbelakang, teori metropol dan satelit.

Penjelasan relasi sosial dalam konteks global dapat dijelaskan dengan gamblang melalui teori struktural imperialisme yang digambarkan oleh Schoorl berdasarkan pendapatnya Galtung. Teori sentrum-periferi sebagai teori kritis untuk melihat kondisi relasi antar negara maju dengan negara berkembang diperjelas lagi oleh Galtung dalam teroi strukturalnya tentang imperialisme.

Imperialisme bagi Galtung di sini dilihat sebagai pola relasi antar negara, dimana negara-negara periferi didominasi oleh negara-negara yang merupakan sentrum. Dominasi dapat saja terjadi dikarenakan pusat-pusat dari negara-negara centrum itu mengadakan hubungan dengan pusat-pusat dari negara-negara periferi. Hubungan ini memiliki ciri yang khas yaitu harmoni kepentingan. Akan tetapi untuk daerah periferi dan negara-negara periferi relasi yang sama itu berarti suatu disharmoni atau pertentangan kepentingan.

Hubungan harmoni kepentingan dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana perbedaan di antara sesama anggota dalam hal syarat kehidupan menjadi lebih kecil. Pertentangan kepentingan itu ada, apabila karena adanya relasi itu perbedaan dalam hal syarat kehidupan menjdai semakin besar.

Dalam terori struktural imperialisme tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu pola erlasi antara negara-negara sentrum dan negara-negara periferi. Hubungan yang diciptakan dapat diperjelas sebagai berikut: 1) ada harmoni kepengan di antara pusat negara sentrum dan pusat negara periferi; 2) ada disharmoni kepentingan di dalam negara periferi lebih besar dari pada di dalam negara sentrum; 3) ada disharmoni kepentingan antara periferi negara sentrum dan periferi negara periferi.









Relasi harmonis









Relasi disharmonis




Bagi Galtung penciptaan relati yang demikian dipelihara dengan mekanisme yang berdasarkan pada: 1) prinsip relasi interaksi vertikal. Relasi interaksi vertikal yang dimaksud adalah ketidaksamaan relasi, yang ternyata dalam ketidaksamaan nilai barang-barang yang dipertukarkan. Pertukaran barang-barang yang tidak sama nilainya terjadi di berbagai bidang. Perbedaan nilai tukar dipengaruhi oleh perbedaan pengetahuan dan kaitannya dengan teknologi, juga dapat dibedakan adanya tipe-tipe imperialisme dan berdampak pada perubahan-perubahan yang terjadi pada, yaitu di bidang ekonomi, politik, militer, komunikasi, dan kebudayaan; 2) prinsip struktur interaksi feodal. Dengan prinsip kedua ini tentang interaksi feodal, yang dimaksud adalah tata relasi di antara negara-negara sentrum dan negara-negara periferi, yang begitu rupa, sehingga di antara negara-negara periferi itu tidak ada relasi satu sama lain, dan relasi dari satu atau beberapa periferi dimonopoli oleh negara sentrum.

Akibatnya menimbulkan pembagian sejarah imperialisme menjadi tiga fase yaitu:

  1. Masa lampau: bentuk imperialismenya adalah melalui pendudukan, yang seringkali kita sebut sebagai kolonialisme.
  2. Masa kini: bentuk imperialismenya adalah organisasi, adanya organisasi internasional untuk melakukan penguasaan, yang seringkali disebut sebagai neo-kolonialisme.
  3. Masa datang: bentuk imperialismenya adalah komunikasi, relasi interaksi melalui komunikasi internasional, yang akan sering disebut sebagai neo neo-kolonialesme.

Keterbelakangan dan ketergantungan merupakan suatu kondisi masyarakat yang masih terbelakang dibidang teknologi dan relasi dengan masyarakat global. Perubahan menuju globalisasi seolah menjadi suatu kebutuhan untuk melakukan relasi-relasi dan saling menggantungkan kebutuhan di antara masyarakat dunia. Masyarakat di seluruh dunia menjadi saling tergantung di semua spek kehidupan baik politik, ekonomi, dan kultural. Ketergantungan menjadi agenda besar globalisasi yang sudah semakin diperluas. Hal ini juga mengacu dari pendapatnya Chirot (1986) bahwa masyarakat dunia tidak mampu mencukupi kebutuhanya secara sendiri. Artinya, relasi antar masyarakat dunia menjadi suatu relasi untuk saling memberikan sumberdaya yang dibutuhkan oleh masing-masing.

Jika menurut Sztompka ada tiga analisis teoritis tentang globalisasi yang tergolong klasik yaitu: teori imperialisme, teori ketergantungan, dan teori sistem dunia. Ketigana sama pusat perhatiannya dan membawa pesan ideologi yang serupa. Ketiganya memusatkan perhatian pada bidang ekonomi dan bertujuan menjelaskan mekanisme penindasan dan ketidakadilan.

Teori imperialisme dalam bentuknya masih sangat sederhana. Imperialisme muncul di tahap terakhir evolusi kapitalisme. Ketika produksi melimpah dan tingkat keuntungan merosot, kapitalisme harus melakukan tindakan bertahan. Perluasan jajahan adalah strategi kapitalesme untuk mempertahankan diri dari kehancuran yagn segera terjadi. Perluasan jajahan dapat menyelamatkan tiga tujuan ekonomi penting yaitu: mendapatkan tenaga kerja murah, bahan mentah murah dan membuka pasar baru bagi hasil produksi yang berlimpah.

Teori ketergantungan melihat bahwa masalah utama bahwa masyarakat dunia itu adalah keterbatasan otonomi teknologi dan perkembangan sektor barang modal. Akumulasi, perluasan dan pembentukan kapital lokal memerlukan dan tergantung pada pelengkap dari luar dirinya sendiri. Kapitalis lokal harus mengembangkan relasi ke dalam kontak kapitalisme internasional. Kondisi ketergantungan menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan yang secara perlahan menghancurkan kelangsungan hidupnya sendiri. Sebagai contoh pemasukkan investasi asing menciptakan pulau-pulau yang berkembang pesat berupa perusahaan modern di tentah ”lautan” keterbelakangan dan tradisionalisme. Mreka membantuk mendidik keterampilan kelas buruh, melatih kemampuan manajerial elite lokal, membuka peluang bermitra dengan pengusaha lokal, memberikan dorongan untuk meniru kesuksesan ekonomi mereka. Motivasi untuk berbisnis dan berusaha akan tumbuh dan menyebar, kelas menengah lokal secara pelan-pelan lahir, akumulasi awal kapital lokal akan mulai. Pada tahap tertentu, peningkatan perubahan kuantitatif ini dapat menimbulkan perubahan kualitatif, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pribumi akan mengalami tahap lepas landas, secara bertahap akan mengurangi ketergantungan. namun apa? Permasalahannya sampai kapan relasi kontak kapitalis melepaskan ketergantungannya?

Ketergantungan ekonomi seluruh dunia dapat dijelaskan oleh Wellerstein dengan naam teori sistem dunia. Ia membedakan tiga tahap utama perkembangan sejarah, yaitu: Pertama, tahap sistem mini, unit-unit ekonomi relatif kecil, me menuhi kebutuhan sendiri dengan pembagian kerja internal menyeluruh dan dengan kerangka kultural tunggal. Tahap ini sangat dominan pada zaman masyarakat berburu dan meramu dan berlanjut ketika mesyarakat sudah mengenal berkebun dan bertani.

Kedua, tahap kekaisaran dunia, kesatuan ekonominya jauh lebih besar dan menyeluruh, menggabungkan sejumlah besar sistem mini sebelumnya. Landasannya adalah ekonomi agraris. Perekonomian dikoordinasikan oleh kekuatan militer dan kekuatan politik, disertai pemerintah yang kejam, pajak yang ketat, dan wajib militer. Kekaisaran dunia ini pun senantiasa terlibat dalam peperangan dan penaklukkan imperialis. Kelangsungan hidupnya dirusak oleh keruwetan sistem birokrasi dan tugas pemerintah yang mencakup wilayah sangat luas sedangkan prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi sangat terbatas.

Ketiga, tahap ekonomi dunia. Tahap ini muncul di awal abad ke-16. Ketika itu Kapitalis muncul sebagai kekuatan ekonomi yang dominan. Peran negara sebagai pengatur mulai melemah dan digantikan dengan sistem pasar. Satu-satunya fungsi negara adalah menjaga kerangka aktivitas ekonomi, perdagangan bebas dan hubungan perdagangan yang menguntungkan. Tahap ini, masyarakat dunia menjadi suatu sistem fenomena dan terkait dengan sistem global. Fenomena globalisasi adalah masalah kehidupan modern yang tidak lagi dapat dihindarkan. Globalisasi menimbulkan bahaya dan harapan. Proses globalisasi tidak hanya meliputi sektor ekonomi saja, melainkan sektor masyarakat modern lainnya yaitu: politik dan kebudayaan. Pengalaman manusia dan kesadarannya mulai mengalami perubahan. Berbagai citra baru muncul.

Mengutip Robertson, bahwa sebuah tipologi citra tentang tatanan dunia dapat digambarkan dengan empat citra yaitu: pertama, komunitas global I. Citra pertama membayangkan dunia sebagai mozaik komunitas-komunitas yang berhubungan erat dengan tatanan kultural dan kelembagaan yang sederajat dan unik, atau bertingkat dengan komunitas unggul tertentu di puncaknya. Citra ini tergolong reaksi negatif terhadap globalisasi dan dapat menghasilkan ideologi anti globalisasi.

Citra kedua, adalah komunitas dunia II. Citra ini menekankan kesatuan umat dan menganjurkan terbentuknya komunitas global penuh atau dusun dunia dengan konsensus nilai dan gagasan seluruh dunia. Citra ini lebih bersifat pemberian petunjuk ketimbang pandangan deskriptif dan telah ada dalam gagasan kuno tentang Kerajaan Tuhan di bumi dan belakangan ini muncul kembali dalam berbagai gerakan gereja, terutama gereja Katolik Roma.

Citra ketiga, adalah masyarakat global I, melihat dunia sebagai mozaik negara berdaulat, saling terbuka, dan terlihat dalam pertukaran intensif di bidang ekonomi, politik, dan kultural. Pandangan kesetaraan menganggap berbagai negara sebagai mitra yang setara secara politis dan terlibat dalam hubungan kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam hal ini menjadi penting peran masyarakat yang kuat untuk menjaga stabilitas dunia.

Citra keempat, yaitu masyarakat global II, hal ini dibayangkan penyatuan negara-negara di dunia di bawah pemerintahan dunia baik berbentuk pemerintahan supra nasional atau pemerintahan federal yagn kompak.

Perubahan pembentukan komunitas dalam konteks global tersebut merupakan proses-proses perubahan sosial besar yang melibatkan relasi negara-negara di dunia. Oleh karena itu, inisasi perubahan sosial tidak hanya dapat dilakukan masyarakat di tingkat lokal, namun sangat penting untuk melihat bahwa kondisi global sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap proses perubahan sosial di tingkat lokal.

KAJIAN: REVOLUSI DAN PERUBAHAN SOSIAL

Oleh: Sindu Dwi Hartanto
Sztompka dalam Pandangan Revolusi: Puncak Perubahan Sosial
Sejarah revolusi memang menimbulkan suatu dampak yang sangat ekstrim. Demikian juga pendapat Sztompka tentang revolusi. Revolusi dianggapnya sebagai wujud dari perubahan sosial yang paling spektakuler, yang merupakan

Thursday 10 January 2008

Mengembangkan Prinsip Akses Informasi di Kabupaten Gungungkidul

Oleh: Sindu Dwi Hartanto

Kemajuan teknologi informasi pada dekade terakhir adalah suatu perkembangan yang luar biasa. Kemajuan teknologi informasi merupakan dimensi perubahan yang sangat menentukan perubahan sosial masyarakat. Perubahan di kota, di desa tidak dapat lagi memberikan batasan atas kebutuhan akses terhadap informasi. Akses informasi dianggap sebagai