Saturday 5 March 2011

Perlu Redefinisi Relasi Desa Kota Untuk Kelestarian dan Keadilan

oleh: Sindu Dwi Hartanto
Kita perlu melakukan pemikiran kembali tentang hubungan antara Desa dan Kota yang selama ini dianggap sangat eksploitatif. Desa dianggap sebagai lokasi sumber daya yang dibutuhkan oleh kota tetapi kondisi Desa hingga sampai saat ini masih sangat memprihatinkan. Sementara di Kota orang bergemerlap dengan berbagai
macam pelayanan dan kemegahan yang memanjakan warganya. Kondisi demikian dianggap tidak
harmonis menimbulkan ketimpangan yang merugikan Desa hingga pada taraf yang dianggap mengkhawatirkan dan mengancam keberlanjutan solusi kehidupan di Desa bahkan juga akan berdampak pada akumulasi ketidaknyamanan di Kota.

Keprihatinan yang dirasakan di desa antara lain adalah dicirikan oleh 1) kurangnya sumber daya potensial yang masih produktif karena arus urbanisasi yang masih terus berlanjut tanpa mempertimbangkan potensi desa yang secara ekologis perlu mendapatkan perhatian bersama. 2) Meningkatnya jumlah pengangguran miskin di Desa yang tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk mencarikan solusi keerlanjutan. 3) Kerusakan ekologis pertanian dan kondisi lahan yang tandus oleh keserakahan manusia atas pemanfaatan sumber daya Desa tanpa perhitungan. 4) Penataan tata ruang desa yang tidak berpihak sehingga merusak struktur tata guna lahan dan lingkungan yang mengarah kepada kerusakan. 5) Melemahnya pandangan (definisi) dan melemahnya kepercayaan diri warga Desa kepada potensi-potensi Desa-nya.
Ada beberapa pertanyaan yang menjadi menarik untuk dikembangkan, antar lain: 1) apakah kondisi demikian akan terus dilanggengkan? Kalau jawabanya tidak maka memunculkan pertanyaan lanjutan yaitu 2) Apa kondisi ideal relasi desa kota? Dan selanjutnya adalah 3) Bagaimana capaian dari kondisi ideal yang diinginkan dapat terealisasi?
Lokakarya “Memikirkan Kembali Desa-Kota” yang diselenggarakan atas kerjasama oleh Piranti Work dari Desa Kandangan, Combine Resource Institute Jogyakarta, dan Rujak Center for Urban Studies mencoba memberikan alternatif-alternatif jawaban atas kegelisahan tersebut di atas. Lokakarya dilakukan dari tanggal 4 sampai dengan 6 Maret 2011 di Desa Kandangan – Temanggung – Jawa Tengah. Lokakarya diikuti oleh 19 orang peserta dari berbagai lembaga dan dari berbagai daerah yang konsern dan tertarik dengan isu Desa-Kota. Sebagian peserta juga mengikuti dengan niat sendiri dan mengeluarkan biaya transport secara sendiri-sendiri.
Beberapa usulan yang diberikan oleh peserta hingga malam tanggal 5 Maret 2011 adalah sebagai berikut: 1) bahwa relasi desa kota perlu mendapatkan pemikiran ulang yang lebih menciptakan suatu suasana yang harmonis di antar keduanya; 2) Perlu redefinisi kembali makna desa dan kota yang lebih memudahkan menciptakan suasana yang kreatif, produktif pada masyarakat untuk kelestarian lingkungan; 3) membangun relasi Desa-Kota yang dinamis dan berkeadilan sebagai suatu jejaring yang salig menguntungkan di antara keduanya; 4) membuat ruang-ruang pertukaran pengetahuan yang lebih terbuka untuk mengembangkan motivasi dan kemampuan masyarakat untuk kreatif dan mandiri; 5) Mendorong redefinisi makna keberlanjutan menjadi lestari sebagai interpretasi kata kerja yang berpusat pada manusia (etnoposentris) dan lingkungan (econosentris). 
Entroposentris untuk keadilan dan kesejahteraan manusianya yang tinggal di atas desa dan kota, sedangkan econosentris untuk keadilan atas kebutuhan ekologis alam (khususnya tanah) sebagai sumber daya dimana eksplorasi sebesar-besarnya tetap memberikan kesejahteraan kepada manusianya, tanpa menyebabkan kerusakan dan bencana alam. 
Pada lokakarya tersebut belum mampu melihat bagaimana konsep keadilan agraria dimana warga desa yang kehidupan kesehariannya sangat tergantung dengan tanah tetapi terjadi alih fungsi lahan untuk perumahan dan pembangunan pabrik? 
Maka diperlukan kajian agraria reform untuk melihat substansi relasi keadilan agraria atas pemanfaatan lahan dan sumber daya ekologis yang ada di desa dan di kota.

Salam,

No comments:

Post a Comment